21 Juni 2022
SEJARAH DESA TULUNG " DARI PUNDEN KE PUNDEN"
DESA TULUNG
Dari Punden ke Punden
Photo 1 : Kantor Desa Tulung
Pada jaman dahulu wilayah yang sekarang disebut sebagai Desa Tulung yaitu sebuah Desa yang dibelah dua oleh sungai Beringin adalah jalan yang ramai, jalan bagi banyak orang berlalu lalang. Termasuk salah satunya adalah orang-orang dari Bulukerto (Wonogiri) yang akan menuju daerah Ngawi. Pada waktu itu banyak orang dari daerah Bulukerto yang bekerja di Ngawi khususnya ketika musim panen padi.
Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai sebagai KURUNG ( Buruh panen padi) di daerah Ngawi. Setiap pagi mereka berangkat dari Bulukerto dan pulang pada sore hari. Suatu ketika dalam perjalanan pulang menuju Bulukerto salah seorang dari pekerja sakit sehingga tidak bisa melanjutkan perjalanan pulang ke Bulukerto. Pada hari itu kebetulan ada rombongan musafir yang dipimpin oleh Jabar Sadik (Ja’far Sodiq) yang melewati jalan tersebut.
Salah seorang dari rombongan ulama melihat orang yang sakit dan melaporkan kepada pimpinan rombongan.
“Tuan Ja’far Sadik, sepertinya ada orang sakit di depan jalan kita” kata salah seorang dari rombongan ulama
“Mari kita berhenti sejenak memeriksanya, dan yang lain bisa beristirahat” Jabar sadik berkata kepada abdinya.
Kemudian Jabar Sadik memerintahkan para abdinya untuk beristirahat sementara dia memeriksa dan merawat orang sakit tersebut. Sembari merawat sakitnya Jabar Sadik bertanya kepada orang sakit tersebut.
“Dari mana asalmu kisanak ? dan hendak pergi kemana ?” tanya Jabar Sadik
“Saya berasal dari Bulukerto Tuan. Saya bekerja di Ngawi, saat ini saya dalam perjalanan pulang menuju Bulukerto” ucap orang tersebut.
“Baiklah, kisanak beristirahat saja disini sembari saya obati sakit kisanak” ucap Jabar Sadik
Ternyata sakit yang diderita sudah parah dan dalam perawatannya akhirnya orang tersebut meninggal dunia yang kemudian jenazahnya dirawat oleh rombongan yang dipimpin oleh JABAR SADIK (Ja’far Sodiq).
Setelah merawat jenazah, kemudian rombongan tersebut melanjutkan perjalanan menuju padepokan Kolo Widoro. Jabar Sadik (Ja’far Sodiq) sendiri adalah seorang ulama yang menyebarkan agama Islam di Padepokan KOLO WIDORO yang dipimpin oleh Ki Kolo Widoro. Jabar Sadik (Ja’far Sodiq) sendiri adalah teman dekat Ki Kolo Widoro.
Sementara itu, Pawang Bulukerto yang mengetahui anak buahnya belum kembali segera mencari keberadaan anak buahnya. Dalam pencariannya Pawang tersebut singgah di Padepokan Kolo Widoro.
“ Kulonuwun... “ ucap Pawang Bulukerto ketika sampai di Padepokan Kolo Widoro
“Monggo..Sugeng rawuh...silahkan masuk kisanak, pintu rumahku selalu terbuka untuk tamu” balas Ki Kolo Widoro sembari menyilahkan masuk tamunya.
“ Saya Pawang Bulukerto, mohon maaf sebelumnya mengganggu waktu istirahat kisanak. Saya dalam perjalanan untuk mencari anak buah saya yang belum pulang dari bekerja di Ngawi..” kata Pawang Bulukerto kepada Ki Kolo Widoro
“Kedatangan saya kesini bermaksud untuk berisitirahat dan juga bertanya mungkin ada berita tentang anak buah saya.” sambungnya
“ Beberapa waktu yang lalu.. teman saya Jabar Sadik (Ja’far Sodiq) bertemu seorang pekerja yang mau pulang ke Bulukerto dalam keadaan sakit.” Jelas Ki Kolo Widoro.
Kemudian Ki Kolo Widoro memanggil Jabar Sadik (Ja’far Sodiq) untuk menceritakan tentang orang yang telah ditolongnya. Lalu jabar Sadik menceritakan kepada Pawang Bulukerto tentang anak buahnya yang sakit dan meninggal.
“Dalam perjalanan saya bertemu dengan anak buah Njenengan... waktu itu dia sedang sakit dan lalu meninggal.” Jelas Jabar Sadik
“Bisakah kisanak menunjukkan tempat anak buah saya dirawat ketika sakit ? pinta Pawang Bulu kerto kepada Jabar Sadik dan Ki Kolo Widoro
“Mari saya hantar kesana ” kata Jabar Sadik sembari menyilahkan kepada Pawang Bulukerto untuk mengikutinya.
Tidak lama kemudian sampailah rombongan tersebut di tempat dimana Jabar Sadik merawat anak buah pawang bulukerto.
Ki Jabar Sadik berkata “ Disinilah saya bertemu dan merawat anak buah Njenengan Tuan Pawang.”
Kemudian pawang Bulukerto dan rombongannya berdoa untuk anak buahnya ditempat tersebut.
“Saya menyampaikan beribu terima kasih kepada kisanak, Jabar Sadik dan Ki Kolo Widoro yang telah merawat anak buah saya.” Kata Pawang Bulukerto
“Ki Kolo Widoro, Ki Jabar Sadik.., ijinkan saya untuk menanam pohon BULU di sini di daerah Klodran (sekarang Dusun Tulung) ini sebagai penanda bahwa anak buah saya pernah ditolong (TULUNG dalam bahasa Jawa) orang disini.” Tambah Pawang Bulukerto
Kemudian ditanamlah Pohon BULU tersebut, setelah ditanam Pawang Bulukerto berkata
“Pohon Bulu ditanam disini sebagai penanda bahwa warga Bulukerto pernah ditolong orang sini (Klodran). Dengan ini wilayah daerah ini dinamakan dengan TULUNG.”. maka jadilah wilayah tersebut dinamakan Tulung karena orang-orangnya suka memberikan pertolongan.
Photo 2 : Pepunden Sentono / Punden Klodran
Semakin berkembangnya waktu wilayah Tulung semakin ramai, semakin berkembang hingga sudah layak untuk menjadi sebuah desa. Pada saat itu Ki Kolo Widoro mempunyai Putra yang bernama Cangrono yang kemudian pada sekitar tahun 1800 didaulat sebagai Pawang (Lurah) pertama di Desa Tulung.
Pada akhirnya Ki Kolo Widoro meninggal dunia dan dimakamkan di tempat Pohon Bulu yang ditanam Pawang Bulukerto (Klodran). Dan selanjutnya Makam pendiri Desa tulung tersebut dinamakan sebagai Pepunden Klodran atau Pepunden Sentono. Dan Pada penanggalan Jawa disetiap Bulan Suro hari Jum’at Legi diadakan acara bersih desa dan doa bersama untuk leluhur Desa. Biasanya diadakan acara ledek an / Tayub (kesenian tari dan gamelan Jawa) sebagai bentuk rasa syukur dan terima kasih serta penghormatan kepada yang babad alas desa Tulung.
Photo 3 : Acara Bersih Desa Pepunden Sentono / Punden Klodran
Sementara Ki Jabar Sadik (Ja’far Sodiq) menikah dengan Nyai Roro Kuning dan tinggal di wilayah sebelah selatan Desa Tulung. Istri jabar Sadik bekerja sebagai MEDEL (mewarnai kain) selain juga sebagai pembuat Jambangan (wadah dari tanah liat semacam kuali dengan ukuran agak besar) untuk merendam kain yang diwarnai. Kain dan jambangan produksi Nyai Roro Kuning terkenal bagus sehingga banyak orang yang belajar kepada Nyai Roro Kuning. Selanjutnya daerah tersebut terkenal sebagai penghasil kain warna dan jambangan. Maka kemudian daerah tersebut dinamakan JAMBANGAN ( sekarang masuk Dusun Dungan). Banyak dari orang-orang yang belajar kepada Nyai Roro Kuning kemudian menetap di daerah tersebut menjadikan daerah Jambangan semakin ramai.
Photo 4 : Punden Grumbul Dungan (Makam Jabar Sadik & Nyai Roro Kuning)
Setelah meninggal Ki Jabar Sadik dan istrinya Nyai Roro Kuning dimakamkan di selatan desa yaitu tempat yang dinamakan Gerumbul Dungan (Pepunden Dungan) yang juga ditanami Pohon BULU sebagai penanda Makam tersebut. Dan Pada penanggalan Jawa disetiap Bulan Suro hari Jum’at Legi diadakan doa bersama untuk leluhur Desa khususnya Jabar Sadik dan Istrinya Nyai Roro Kuning yang diikuti banyak warga Desa Tulung khususnya Dusun Dungan.
Photo 5 : Pepunden Grumbul Dungan
Seiring berjalannya waktu Desa Tulung semakin berkembang, Pawang (Lurah ) Cangrono kemudian membagi Desa Tulung menjadi 6 Dusun. Dan menunjuk wakil-wakilnya untuk memimpin dan mengatur Dusun.
Adapun Enam Dusun tersebut adalah :
Dusun Banjeng
Dusun Templek
Dusun Bapang
Dusun Burak
Dusun Tulung
Dusun Dungan
DUSUN TEMPLEK
Asal usul wilayah ini dinamakan Templek karena di wilayah tersebut terdapat tiga Arca punakawan (Semar, Gareng dan Petruk) yang menurut nara sumber yang kami temui tidak bisa dipindah dari lokasi tersebut. Dalam istilah Jawanya semacam Ketemplek’an / ketempelan arca punakawan (Semar, Gareng dan Petruk) dan akhirnya wilayah tersebut dinamakan TEMPLEK. Arca punakawan sendiri sebenarnya adalah Ikon dari wilayah GORANG GARENG yang sekarang lebih dikenal dengan nama KAWEDANAN.
Photo 6 : Arca Punakawan yang nemplek di Dusun Templek
Arca punakawan saat ini berada RT 04 RW 02, tepatnya di sebelah selatan Lampu merah Tulung berdekatan dengan Punden Belik (mata Air) Seblawong. Menurut kepercayaan warga Templek, air di Belik Seblawong dulu digunakan sebagai syarat ketika mengadakan acara adat pernikahan, juga sebagai syarat ketika mengadakan acara bersih desa yang biasanya dilakukan di penanggalan Jawa Bulan Suro hari Jum’at Legi.
Photo 7 : Acara Suran / Bersih Desa Di Belik Seblawong
DUSUN BAPANG
Wilayah Dusun Bapang terletak di sebelah utara sungai Beringin bisa dikatakan sebagai bantaran sungai Beringin. Adalah Mbah Jo Linthi yang awal mula membersihkan wilayah Bapang. Di pinggir sungai Bringin ada sebuah sumur yang dikenal sebagai Sumur Panguripan yang diyakini sebagai peninggalan dari Mbah Jo Linthi. Pada masa ketika Mbah Jo Linthi mbabad alas wilayah Bapang beliau berlari-lari kecil (Inthik-Inthik) ke timur dan kebarat untuk menemukan tempat yang tepat untuk memulai membuka lahan sampai akhirnya menemukan mata air yang kemudian dijadikan sebagai sumur. Dan dari tempat itulah kemudian Mbah Jo Linthi mulai mengembangkan wilayah Bapang.
Lambat laun wilayah Bapang semakin ramai, semakin banyak orang yang bermukim diwilayah Bapang. Warga menggunakan sumur buah karya Mbah Jo Linthi sebagai sumber air bersih. Tak hanya warga Bapang saja sebagian warga Banjeng juga menggunakannya.
Sampai saat ini sumur panguripan masih terawat dengan baik, terletak di pinggir sungai Bringin dengan pohon Bulu yang rimbun dan menjulang tinggi sebagai penanda Sumur Panguripan. Tempat yang teduh dan suara gemericik air sungai Beringin menambah syahdu lokasi tersebut.
Photo 8 : acara bersih desa dusun Bapang
Sebagaimana umumnya Punden di wilayah Desa Tulung. Di punden Sumur Panguripan setiap Bulan Suro hari Jum’at Legi di penanggalan Jawa, warga Bapang khususnya dan sebagian warga Banjeng mengadakan acara bersih desa / Suroan / kirim doa kepada leluhur- leluhur Dusun Bapang khususnya Mbah Jo Linthi sebagai yang Mbabad Alas Dusun Bapang. Sebagai wujud rasa syukur dan rasa terima kasih atas jasa-jasa para leluhur dusun.
Photo 9 : acara bersih desa dusun Bapang
Photo 10 : acara bersih desa di Dusun Bapang
Pada acara bersih desa tersebut diselenggarakan acara Tayub / ledek’an dan dimainkan tembang yang menceritakan tentang kisah Mbah Jo Linthi ketika mulai membuka Dusun Bapang. Yaitu tembang Inthik-inthik dan Kecrek. Menurut kepercayaan sebagian warga Bapang tembang tersebut adalah tembang kesenangan Mbah Jo Linthi. Jadi kedua tembang itu harus ditembangkan ketika acara bersih Desa.
DUSUN BANJENG
Di Dusun Banjeng terdapat Punden yang dikenal dengan nama punden Sumur kawak yang terletak di RT 04 RW 01. Punden tersebut dipercaya sebagai makam pendiri Dusun Banjeng. Di punden tersebut terdapat sebuah sumur yang dulunya dipakai warga banjeng untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Juga pohon Bulu sebagai penanda lokasi Punden tersebut.
Menurut kepercayaan orang jaman dulu, punden Sumur Kawak dianggap bisa memberikan bantuan / pertolongan ketika seseorang mendapat musibah / masalah dengan cara mengadakan acara selamatan di punden sumur kawak tersebut.
Dalam salah satu cerita, pernah ada salah seorang warga Banjeng yang sedang bermasalah dengan hukum dan pada waktu sudah proses di pengadilan. Kemudian orang tersebut mengadakan acara selamatan di Sumur Kawak Banjeng dengan tujuan agar bisa bebas dari tuntutan pengadilan atau hukuman yang diterima bisa lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Photo 12 : Punden Sumur Kawak
Photo 13 : Punden Sumur Kawak banjeng
Menurut kepercayaan sebagian warga Banjeng punden sumur kawak di” jaga” oleh yang bernama Mbah Belu (perempuan) dan Mbah Bandung (Laki-Laki), keduanya dianggap sebagai tokoh / sesepuh dari warga Banjeng. Sampai saat ini Pepunden sumur kawak masih terawat dengan baik. Pada Bulan Suro di penanggalan Jawa di hari jum’at legi warga Banjeng mengadakan acara bersih desa dan doa bersama sebagai bentuk rasa syukur ke hadirat Tuhan dan sebagai wujud rasa terima kasih kepada para leluhur Dusun Banjeng.
DUSUN BURAK
Dari penelusuran yang dilakukan Tim Penulis Sejarah Desa Tulung, sampai sejauh ini masih belum diketemukan data atau informasi terkait dengan sejarah asal mula Dusun Burak. Namun di Dusun Burak sendiri terdapat tradisi selamatan desa atau bersih desa, berdoa bersama untuk keselamatan dan kesejahteraan Desa Tulung pada umumnya dan Dusun Burak pada khususnya. Acara ini diadakan setiap hari Jum’at Legi di bulan Suro menurut penanggalan Jawa. Acara selamatan diadakan di pertigaan Dusun Burak tepatnya di poskamling Dusun Burak RT 3 RW 4.
KEPALA DESA TULUNG
DARI MASA KE MASA
Photo 14: Rumah Kepala Desa Tulung ke. 3, Mbah Karto Dimejo bertempat di Dusun Banjeng
CANGRONO PAWANG (YANG BABAT DESA TULUNG) tahun 1800
DJOJO DIKROMO LURAH KE- 2
KARTO DIMEDJO LURAH KE- 3
SOMO DIRJO LURAH KE- 4
SOERADI 1962 S/D 1967
RAMELAN 1967 S/D 1991
SUDAR 1991 S/D 1999
SUDAR 1999 S/D 2007
EDI SUWONDO 2007 S/D 2013
EDI SUWONDO 2013 S/D 2019
EDI SUWONDO 2019 S/D 2025
Mbah Karto Dimejo
Kepala Desa Tulung ke 3
Alamat : RT 06 RW 01
Mbah Ramelan
Kepala Desa Tulung ke. 6
- Periode 1967 S/D 1991
Alamat : RT 06 RW 01
Mbah Sudar
Kepala desa Tulung ke 7
- Periode 1991 S/D 1999
- Periode 1999 S/D 2007
Alamat : RT 01 RW 02
H. Edi Suwondo
Kepala Desa Tulung ke 8
- Periode 2007 S/D 2013
- Periode 2013 S/D 2019
- Periode 2019 S/D 2025
Alamat : RT 02 RW 06
NARA SUMBER
Nama : Moh. Sumarni
usia : 90 tahun
alamat : RT 02 RW 06
Nama : Mbah Wagimin
usia : 70 tahun
alamat : RT 01 RW 05
Nama : Mbah Suwaji
Usia : 75 tahun
Alamat : RT 06 RW 01
Nama : Mbah Suwarno
Usia : 64 Tahun
Alamat : RT 03 RW 05
TIM PENYUSUN SEJARAH DESA TULUNG TAHUN 2021
Nama :
Purwanto
Tempat dan Tanggal Lahir :
Magetan, 2 Oktober 1969
Pendidikan :
SMEA PGRI Kawedanan, Magetan
Alamat :
Banjeng RT 06 RW 01
Pekerjaan :
Kasie Pemerintahan
Desa Tulung
Nama :
Subhan Arifin
Tempat dan Tanggal Lahir :
Jember, 30-03-1980
Pendidikan :
Hubungan Internasional
FISIP Universitas Jember
Pekerjaan :
Kepala Dusun Bapang Desa Tulung Kecamatan Kawedanan